Kamis, 23 Februari 2012

Pendidikan Budi Pekerti

Pendidikan Budi Pekerti di Era Globalisasi
Oleh : Sukono

Abstrak :
Guru mempunyai kewajiban untuk turut melaksanakan pendidikan budi pekerti dalam setiap menyampaikan suatu materi pelajaran yang disampaikan. Pendidikan budi Pekerti sangat diperlukan dalam membentuk karakter masyarakat suatu bangsa,khususnya para generasi muda. Guru memiliki peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi pola tingkah laku siswa. Diperlukan suatu inovasi baru mengenai proses pendidikan yang memadukan kegiatan akademik dengan budi pekerti dari siswa.

Kata kunci : budi pekerti, siswa, generasi muda.

Pendahuluan

    Dewasa ini perhatian bangsa Indonesia seolah tertuju pada dinamika politik yang terus-menerus menimpa bangsa Indonesia, mulai dari kasus century hingga skandal pajak. Yang akhir-akhir ini marak diberitakan di media-media masa dan menjadi bahan pembicaraan oleh semua elemen masyarakat, dari masyarakat kelas bawah (miskin) hingga masyarakat kelas atas. Namun jangan terlena.! Fenomena “gunung es” yang lebih menentukkan arah kemajuan bangsa ini justru ada di sekitar kehidupan masyarakat itu sendiri,yakni merosotnya moral atau merosotnya budi pekerti para generasi penerus bangsa Indonesia. Generasi tersebut adalah generasi yang saat ini sedang menimba ilmu,khusunya para siswa dan mahasiswa negeri ini.
    Ungkapan bahwa remaja saat ini adalah remaja ataupun generasi yang tudak bertanggungjawab, mungkin tidak terlalu berlebihan, bahkan tidak jarang generasi sekarang adalah generasi yang manja dan minim budi pekerti. Berbeda dengan generasi jaman dahulu yang dikenal keuletannya, kerja kerasnya, namun tetap santun dalam beperilaku dan sikap. Diakui atau tidak, sekarang sangat banyak di temui remaja yang cerdas, kreatif dan kompetitif dalam akademis, namun dalam hal moral dapat dikatakan tidak sebanding dengan apa yang di sandangnya sebagai kaum akademisi yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi. Dengan kata lain banyak generasi yang cerdas, namun kurang memiliki budi pekerti yang baik. Bahkan pergeseran nilai moral menjurus pada degradasi akhlaq. Degradasi akhlaq ataupun degradasi moral, saat ini menjadi keprihatinan banyak pihak. Perilaku menyimpang yang di lakukan oleh para generasi sekarang yang bahkan di benarkan hanya demi alas an untuk kemajuan zaman, saat ini menggejala di hamper semua sendi kehidupan manusia. Tidak bisa di pungkiri, anak muda,remaja,para pelajar, adalah salah satu pelaku demoralisasi yang kualitasnya dari hari ke hai makin banyak bahakan tak terhitung jumlahnya. Degradasi moral bukan hal yang baru, lihat saja cara begaul dan berpakaian yang telah mengabaikan kesopanan dan nilai agama. Belum lagi bicara soal etika dan kesopanan yang nyaris menjadi “aneh” di kalangan para remaja. Saat ini sangat sulit menemukan remaja belajar agama yang benar-benar mengaplikasikannya dalam kehidupan, tetapi yang sering di jumpai remaja sekarang adalah remaja yang hobi mejeng di kafe,mal,atau menhgabiskan waktu dengan bermain playstation tanpa peduli dalam agama.
    Apa yang salah dengan system pendidikan di negeri ini? Padahal dalam pendidikan di Indonesia Terdapat mata pelajaran budi yang saat ini masih terintregasi dengan mata pelajaran Pkn, Agama maupun Pendidikan Ilmu Sosial (IPS). Dimana dalam mata pelajaran tersebut disisipi nasihat-nasihat tentang bagaimana cara berperilaku dan bertidak terhadap orang lain sesuai dengan apa yang di ajarkan menurut agama dan tata karma dan etika social dalam masyarakat. Mengapa pendidikan budi pekerti di gabung dengan mata pelajaran lain,?tentu hal ini memiliki alasan yang kuat, yaitu  karena pelajaran budi pekerti tersebut merupakan tanggung jawab semua semua guru.

 Perlunya Pendidikan Budi Pekerti bagi Generasi muda.

Pendidikan budi Pekerti sangat diperlukan dalam membentuk karakter masyarakat suatu bangsa,khususnya para generasi muda. Kepribadian bangsa adalah bentuk terakhir dari kepribadian kelompok dalam masyarakat. Maka untuk membentuk karakter suatu bangsa maka langkah pertama adalah membangun pondasi awal yang kuat melalui sosialisasi tentang budi pekerti yang baik dalam keluarga. Apabila dalam tahap awal ini pondasi yang di bangun tidak kuat maka hal ini adalah factor utama dari penyimpangan yang akan terjadi selanjutnya pada generasi berikutnya. Orang tua memiliki peran penting dalam mendidik dan mentransfer nilai-nilai moral kepada anak-anaknya sebelum sang anak tersebut mengenal dunia luar. Prinsip mencegah lebih baik daripada mengobati, mungkin sangat tepat jika hal ini di kaitkan dengan peran keluarga dalam mendidik anak dan mencegahnya sebelum terlanjur masuk dalam krisis akhlak. Krisis akhlak adalah krisis hati nurani, sebab akhlak menyangkut hatinurani, maka untuk menanggulanginya harus terfokus pada hatinurani generasi muda itu sendiri.
Tidak bisa dipungkiri, di zaman sekarang sangat sulit mendidik generasi muda belajar tentang akhlak dan budi pekerti, hal ini disebabkan arus globalisasi yang semakin tak terkendali dari dunia luar. Berbagai dampak negatif dari globalisasi yang mucul dalam masyarakat sekarang ini lahir dari tidak adanya kepribadian bangsa dalam mengikuti kehidupan yang sudah terseret oleh arus globalisasi. Para generasi muda sekarang lebih cenderung mengikuti trend budaya barat, mulai dari model pakaian, bentuk rambut, hingga perilaku pun ebih condong pada dunia barat. Sebagai contohnya adalah para generasi sekarang acuh tak acuh dengan lingkungan sekitarnya, tidak tegur sapa ketika berpapasan dengan orang lain. Walaupun ini kelihatan sepele, namun ini merupakan identitas dan ciri khas bangsa Indonesia yang masih memegang adat ketimuran.
Kasus di sebuah SMP Jakarta terkuak 20 siswi di tempat itu menjual keperawanannya seharga Rp 2-3 juta. Fenomena latah hidup glamour membuat mereka gelap mata menjual harga diri untuk kepuasaan sesaat. Selain seks bebas, kasus aborsi juga sangat menonojol. Kasus aborsi di Indonesia setisp tahunnya mencapai 2,3 juta dan 30 persen pelakunya masih remaja. Data ini dirilis LSM Kita Sayang Remaja.(Majalah Merah Putih edisi XII Maret 2010).
Sungguh ironi, jika di bandingkan dengan kondisi generasi pada zaman dahulu yang di kenal ramah, sopan dan berbudi pekerti  yang tinggi dan berakhlak mulia. Berpijak dari pemikiran di atas maka di perlukan suatu inovasi baru mengenai proses pendidikan yang memadukan kegiatan akademik dengan budi pekerti dari siswa. Sehingga Pendidikan budi pekerti tidak secara khusus menjadi mata pelajaran tersendiri melainkan terintregasi dengan mata pelajaran lain, misalnya dengan mata pelajaran Pkn.maupun agama. Pendidikan budi pekerti menjadi penting artinya karena menjadi acuan untuk menentukan seorang siswa tamat atau tidak tamat. Padahal di lapangan belum ada standar penilaian yang baku. Pendidikan budi pekerti yang pada suatu saat nanti akan melahirkan generasi-generasi baru yang mampu mengelola negara dan bangsa ini dengan cara-cara yang lebih baik.

Strategi Guru Dalam Mengajarkan Pendidikan Budi Pekerti

    Mengajarkan pendidikan budi pekerti di sekolah di perlukan suatu strategi yang sesuai dengan kemajuan zaman, dan perkembangan psikologi siswa. Hal ini untuk mempermudah tersampainya materi budi pekerti kepada para siswa. Maka untuk menumbuhkan nilai budi pekerti dalam diri siswa penyampaiannya harus dalam suasana kondusif dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Disini peranan guru atau pendidik untuk mengatur kelas sangat di perlukan. Selain itu guru harus benar-benar kreatif dalam menyampaikan mata pelajaran yang akan di sisipi nilai-nilai budi pekerti. Guru harus memperoleh pengetahuan tentang apa budi pekerti dan bagaimana metode berikut sistem penilaiannya? Setidaknya acuan itu untuk menyamakan persepsi dalam mengelola pendidikan budi pekerti. Biasanya disekolah-sekolah baik itu SMP maupun SMA, pengajaran budi pekerti di ampu oleh guru BK / BP. Padahal tidak menutup kemungkinan bahwa setiap pendidik akan mengajarkan budi pekerti kepada setiap siswanya, tidak mengenal apakah guru itu  guru BK, apakah guru itu guru olah raga, ataukah mungkin guru itu guru matematika sekalipun. Itu artinya setiap pendidik/guru harus benar-benar menjadi teladan bagi siswanya terutama dalam berperilaku budi pekerti luhur.
Namun bagaimana strategi guru dalam menyampaikan pedidikan budi pekerti di sekolah? Untuk mengajarkan budu pekerti, seorang guru harus tahu dan memahami tentang apa budi pekerti tersebut. Seorang guru juga harus memiliki kepribadian yang baik di mata peserta didik, kepribadian yang baik itu misalnya guru tersebut sangat perhatian yang besar terhadap para siswanya. Bagaimanapun juga seorang peserta didik dalam kegiatan pembelajaran sangat memerlukan perhatian dari seorang guru. Dimana seorang siswa akan merasa sangat nyaman jika mendapat perhatian atau perlakuan yang khusus dari sang guru. Disini peranan guru memiliki andil yang sangat besar dalam mempengaruhi pola tingkah laku siswa. Karena pada dasarnya perubahan perilaku yang dapat di tunjukan oleh peserta didik atau siswa harus di pengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru. Mengingat tingkah laku seseorang termasuk murid kapanpun dapat berubah, maka dalam penyampaian materi tentang budi pekerti guru harus hati-hati. Oleh karena itu untuk menumbuhkan nilai budi pekerti dalam diri siswa, maka penyampaiannya harus di suasana yang kondusif dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Hal ini akan berpengaruh dalam penilaian budi pekerti itu sendiri. Untuk benar-benar menghasilkan peserta didik yang berbudu pekerti luhur, maka guru dan staf tata usaha di lingkungan sekolah harus mampu menjadi teladan insan berbudi pekerti luhur pula.
Disamping harus memiliki strategi-strategi dalam mengajarkan budi pekerti, guru  perlu mengetahui teori yang mendasari dari pendidikan budi pekerti itu sendiri. Ada tiga teori yang mendasari pendidikan budi pekerti, yaitu teori perkembangan kognitif, teori belajar sosial, dan teori psikoanalisis.
Teori perkembangan kognitif dirintis oleh Jean Pieger kemudian dikembangkan dan  Law Kohlbegr membagi enam tahap pemikiran moral.
Pertama, orientasi hadiah dan hukuman sasaran anak mulai usia tiga tahun. Jika berbuat baik diberi hadiah dan sebaliknya jika anak salah maka di beri sanksi. Hukuman atau sanksi yang di berikan kepada anak adalah sanksi yang mendidik. Kedua, disebut orientasi relativitas instrumental yang menunjukkan dominasi kepentingan dalam kesenangan sendiri. Tahap ketiga adalah orientasi anak manis, yaitu menggambarkan perilaku anak untuk menyenangkan lingkungan mereka. Di orientasi ini orang tua atau guru masuk ke dunia si anak, sehingga bisa merasakan emosi yang dirasakan si anak atau peserta didik. Tahap keempat, yaitu orientasi aturan dan ketertiban yang menunjukkan penghargaan terhadap ketertiban sosial. Tahap kelima kontrak sosial dan hak individu, yang menyatakan kepatuhan terhadap hak dan prosedurnya. Tahap keenam disebut etika universal yang berdasarkan atas hati nurani.
Teori belajar sosial berdasarkan empirisme John Locke dan behaviorism John Watson serta BF Skiner. Teori ini menganggap sosok manusia, "Ibarat kertas kosong di mana masyaratkat menuliskan pengalamananya". Masyarakat atau lingkungannya sangat multidimenional keluarga di dalamnya. Selain itu, ras, institusi, suku, adat istiadat ikut mengukirnya. Baik atau buruk ditentukan norma yang ada di lingkungan mayarakat tersebut. Sekolah dianggap sebagai mikrokosmos mayarakat, yang berperan sebagai otoritas moral.
Teori psikoanalisis dikemukakan Sigmund Freud berdasarkan atas pandangan sosok manusia dikuasai dorongan irasional yang harus dikontrol. Freud melibatkan tiga bagian, yaitu "ide" yang menunjukkan dorongan hewani, liar, "ego" menggambarkan prinsip dan kerja realita untuk mengukur tindakan. (Spirit NTT, 21-28 April 2008)
    Dengan strategi dan teori-teori yang sudah di jelaskan di atas, maka pengajaran budi pekerti akan berjalan sesuai dengan harapan yang di cita-citakan. Lebih dari itu budi pekerti yang akan diterapkan di Indonesia mengacu sesuai dengan budaya bangsa.

Penutup

Pendidikan budi pekerti sangat di perlukan dalam rangka mengatasi krisis bangsa yang sedang di alami bangsa Indonesia sekarang ini. Permasalahan yang di alami bangsa Indonesia sekarang ini lahir dari lemahnya moralitas kolektif dari masyarakat itu sendiri, terutama dsari para generasi mudanya. Dengan pendidikan budi pekerti ini maka akan melahirkan generasi-generasi baru yang mampu mengelola negara dan bangsa ini dengan cara-cara yang lebih baik.
Mengajarkan pendidikan budi pekerti di sekolah di perlukan suatu strategi yang sesuai dengan kemajuan zaman, dan perkembangan psikologi siswa. da tiga teori yang mendasari pendidikan budi pekerti, yaitu teori perkembangan kognitif, teori belajar sosial, dan teori psikoanalisis. Atas dasar teori tersebut, tentu budi pekerti yang akan diterapkan di Indonesia mengacu sesuai dengan budaya bangsa. Selain itu peranan keluarga sangat penting dalam pembentukan budi pekerti sang anak.

Daftar Pustaka

B. Uno, Hamzah. 2008. Profesi Kependidikan. Jakarta. Bumi Aksara.

Rifa’I, Achmad,RC dan Catharina Tri Anni. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang. Unnes Press.

NTT , spirit. www.google.com/pendidikan budi pekerti/[accessed 05/ 16/ 10]

SMA Nasima. 2010. Merah Putih edisi XII . Maret . Hlm.21


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons