Minggu, 29 Agustus 2010

Fenomena BLT

Bab 1
Pendahuluan

1.1    Latar Belakang

    
Perubahan sosial sebagai suatu proses perubahan bentuk yang mencakup keseluruhan aspek kehidupan masyarakat, terjadi baik secara alami maupun karena rekayasa sosial. Proses tersebut berlangsung sepanjang sejarah hidup manusia, pada tingkat komunikasi lokal, regional dan global. Ini menggambarkan betapa luasnya cakupan perubahan sosial.

    Perubahan sosial adalah suatu bentuk peradaban umat manusia akibat adanya eskalasi perubahan alam, biologis, fisik yang terjadi sepanjang kehidupan manusia. Menurut Laur, 1982 (dalam Kammeyer, Ritzer and Yetman, 1990: 637-639) perubahan sosial (social change) adalah : 
“variations over time reltonships among individuals, groups, cultures and societies. Social change is pervasive; all-of social life is continually changing”
Perubahan social, sebetulnya bukan merupakan satu titk, dua titk perubahan sikap komunitas suatu masyarakat akibat berubahnya suatu tatanan masyarakat. Perubahan social bukan lagi sebagai akibat pembangunan yang sedang gencar dilakukan oleh seperangkat birokrasi pemerintah, tetapi suatu bentuk perubahan yang benar-benar menjadi keinginan organisme social dalam bentuknya yang wajar.

    Perubahan social dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, tergantung pada sudut pengamatan :apakah dari sudut aspek, fragmen atau dimensi system sosialnya.(Sztompka  2007: 3)
    Adakalanya perubahan hanya terjadi sebagian, terbatas ruang lingkupnya, tanpa menimbulkan akibat besar terhadap unsur lain dari system. System sebagai keseluruhan tetap utuh, tak terjadi perubahan menyeluruh atas unsur-unsurnya meski di dalamnya terjadi perubahan sedikit demi sedikit. Contohnya adalah adanya system atau kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah kepada masyarakat yang kurang mampu / miskin. Penggelontoran dana besar BLT itu menimbulkan tanggapan beragam. Meski pemerintah mengklaim program BLT sebelumnya tepat sasaran, namun elit politik memandangnya justru mendidik masyarakat menjadi pemalas. Dana BLT yang disediakan tahun anggaran 2008 mencapai Rp14,1 triliun untuk 19,1 juta rumah tangga miskin, sebagai kompensasi pengurangan subsidi BBM.(Abdul Choir/Indra/Andrian: robbyalexandersirait.wordpress.com).
    Terlepas dari sudut pandang bebeda dalam melihat BLT, maka dalam masyarakat tersebut tanpa disadari telah terjadi suatu perubahan, walaupun hal ini  tidak berlaku menyeluruh terhadap masyarakat. Perubahan tersebut mencakup berbagai kepentingan yang mengedepankan kepentingan masyarakat, yang akhirnya membentuk karakter masyarakat suatu Negara.

1.2    Perumusan masalah
    Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut di atas maka permsalahan dapat  dirumuskan sebagai berikut :
    Bagaimanakah fenomena BLT dilihat dari konsep perubahan sosial ?
    Apakah pengsaruh dari adanya program BLT terhadap kondisi sosial masyarakat?
    Apakah dampak positif serta dampak negatif yang ditimbulkan akibat adanya program BLT ?

Bab II
Pembahasaan

A.    Fenomena BLT dilihat dari konsep perubahan sosial


     Perubahan yang terjadi dalam masyarakat merupakan suatu gejala yang normal. Namun sekarang ini perubahan-perubahan tersebut berlangsung sangat cepat, sehingga hal ini menimbulkan kebingungan manusia yang menghadapinya. Akan tetapi karena perubahan itu berlangsung secara konstan dan terus menerus maka masyarakat akan lebih terbiasa dan mudah menerima perubahan yang sedang terjadi tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, perubahan akan organisasi, susunan, lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan lain sebagainya Inilah yang terjadi pada fenomena BLT pada masyarakat yang kurang mampu di indonesia sekarang ini. BLT merupakan suatu kebijakan yang di keluarkan pemerintah untuk mengangkat atau mensejahterakan masyarakat miskin. Perubahan yang terjadi pada kebijakan BLT ini merupakan suatu perubahan sosial yang berasal dari aspek ekonomi dan selalu berkaitan dengan perubahan perilaku yang berasal dari aspek non-ekonomis (politik, pendidikan, dll).

    Kebijakan BLT dikatakan sebagai perubahan sosial yang  berasal dari aspek non-ekonomis (politik), karena kebijakan yang dilakukan pemerintah ini bukanlah kebijakan yang murni untuk menaikkan derajat kesejahteraan masyarakat miskin, akan tetapi hal ini juga berkaitan dengan tujuan pemerintah yang sedang berkuasa untuk mempertahankan image pemerintah yang baik di mata masyarakat. Kebijakan politis ini di perkuat dengan adanya saling klaim di antara para pejabat yang akan tampil memimpin Indonesia 5 tahun kedepan. Kebijakan pemerinth ini dijadikan sebagai tameng oleh para elit politik untuk menarik simpati serta dukungan dari rakyat, pada pemilu 2009 ini.

    Perubahan sosial dapat di proyeksikan dalam lima fenomena empirik, yang kemungkinan besar memiliki sumbangan yang cukup kuat untuk mempengaruhi perubahan sosial di indonesia. Kelima unsur perubahan sosial ini dilihat sebagai kekuatan eksternal, yang mempengaruhi dinamika aspek-aspek statik (struktural) dalam masyarakat. Kelima unsur itu dapat dirunut sebagai kekuatan eksternal, yang di akomodasi memiliki potensi penuh untuk mengubah masyarakat di negara berkembang. (1) Informasi komunikasi, (2) Birokrasi, (3) Ideologi, (4) Modal, (5) Tekonologi. Kelima unsur itu menjadi materi utama atau dapat di katakan sebagai mesin penggerak (turbin) perubahan sosial, memiliki relevansi yang sangat tinggi dalam khasanah perkembangan ilmu sosial.(Salim 2002 : 12).

    Pada kebijakan BLT, fenomena empirik yang muncul / memiliki sumbangan yang besar untuk mempengaruhi perubahan sosial pada masyarakat adalah unsur birokrasi dan modal. Pada unsur birokrasi perubahan sosial memiliki keterkaitan dan memiliki pengaruh yang berasal dari penguasa, dalam hal ini adalah pemerintah. Sehingga mau tidak mau perubahan pun di kendalikan juga  dari pemerintah. Sedangkan pada unsur modal,modal memegang peranan yang sangat penting. Modal disini meliputi modal finansial dan sumber daya manusia.
        
B.  Pengaruh program BLT terhadap kondisi sosial masyarakat

    Kebijakan BLT lahir akibat dari naiknya harga BBM yang kemudian diikuti juga oleh naiknya harga-harga sembako. Dalam perjalanannya kebijakan BLT ini mendapat respon positif dari masyarakat yang memiliki ekonomi menengah kebawah. Dalam studi perubahan sosial ada suatu perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.(Soekanto 2002 : 315). Agent of change dari program BLT adalah pemerintah, dimana pemerintah memiliki peranan yang sangat  penting untuk memberikan perubahan-perubahan pada masyarakat. Karena suatu perubahan yang dikehendaki atau direncanakan yakni kebijakan BLT, selalu berada dibawah pengendalian serta pengawasan dari pemerintah tersebut (agent of change). Namun bagaimanakah pengaruh kebijakan BLT terhadap kondisi sosial masyarakat miskin?.
     kebijakan BLT  akan memeberikan perubahan yang signifikan terhadap kondisi masyarakat miskin di Indonesia. Ini disebabkan nominal BLT yang diberikan tidak seimbang dengan kenaikan biaya hidup yang ditanggung oleh masyarakat akibat kenaikan harga BBM, dengan adanya program BLT ini beban masyarakat sedikit berkurang. Walaupun demikian sebagian besar masyarakat mendukung program pemerintah tersebut, sehingga dari sini timbul rasa bangga terhadap pemerintah yang sedang berkuasa, dengan adanya fenomena masyarakat bangga terhadap pemerintahnya maka hal ini akan berpengaruh pada pola pikir masyarakat terkait, sehingga akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah yang lain.
    Tidak dipungkiri kebijakan BLT yang di keluarkan pemerintah sedikit membawa angin segar kepada masyarakat yang kurang mampu, hal ini dapat terbukti dengan menurunnya tingkat kemiskinan yang ada pada masyarakat. Jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2008, menurut Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Arizal Ahmaf, mencapai 34,96 juta orang, atau turun 16,58 persen dibandingkan jumlah penduduk miskin per Maret 2007. Penurunan harga beras menjadi salah satu faktor penyebab turunnya jumlah penduduk miskin itu. (robbyalexandersirait.wordpress.com).
    Suatu perubahan yang dikehendaki akan timbul reaksi sebagai respon positif terhadap perubahan sosial yang terjadi sebelumnya. Jika perubahan sebelumnya adalah perubahan yang dikehendaki maka perubahan yang terjadi selanjutnya adalah melanjutkan proses dari perubahan tersebut. Jika sebelumnya terjadi   perubahan yang tidak dikehendaki, maka perubahan yang dikehendaki dapat diartikan sebagai pengakuan terhadap perubahan yang terjadi sebelumnya, dan selanjutnya dapat diterima oleh masyarakat. Inilah yang terjadi pada kebijakan BLT yang dikeluarkan pemerintah yang menjadi suatu titik perubahan yang terjadi pada masyarakat.

C.  Dampak yang ditimbulkan akibat adanya program BLT

        Suatu perubahan yang berlangsung dalam masyarakat tentu akan menimbulkan suatu dampak. Baik itu dampak positif maupun dampak negatf bagi masyarakat yang bersangkutan. Begitu pula dengan adanya kebijakan BLT dari pemerintah, tentu akan menimbulkan suatu dampak.
        Kebijakan BLT ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat miskin. Dengan adanya BLT, maka beban kebutuhan masyarakat miskin akan semakin berkurang yang diakibatkan oleh kenaikan BBM maupun dampak kenaikan harga kebutuhan pokok akibat kenaikan BBM. Dengan adanya BLT juga,masyarakat akan semakin mendukung program-program pemerintah yang lain. Masyarakat akan menilai pemerintahan sekarang lebih baik daripada pemerintahan sebelumnya.
    Namun demikian kebijakan BLT ini juga memiliki dampak negatif yakni akan menimbulkan efek negative pada perilaku dan karakter masyarakat. Kebijakan ini sangat riskan menciptakan karakter masyarakat yang salalu dimanja dan menjadi bangsa peminta-minta. Menimbulkan sefek ketergantungan masyarakat terhadap dana cuma-cuma yang diberikan oleh pemerintah. Dampak negatif yang lain dari adanya kebijakan BLT adalah terkikisnya modal sosial bangsa seperti kegotongroyongan mengendur dan memicu sikap konsumerisme masyarakat. Selain itu, permasalahan efektifitas dan efisiensi kebijakan ini juga sangat diragukan, apalagi kalau kita melihat bahwa landasan kenaikan BBM adalah kondisi defisit keuangan negara yang semakin membengkak..Dilihat dari efisiensi, efektifitas dan dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan, kebijakan BLT masih jauh dari kategori efisien dan efektif dalam kerangka menyelesaikan kemiskinan atau bahkan kemiskinan baru yang ditimbulkan oleh kenaikan BBM tersebut. Karena dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya kebijakan BLT  terlalu banyak, maka timbul banyak protes mulai dari masyarakat, pemerintah daerah, mahasiswa dan tokoh-tokoh masyarakat baik nasional maupun daerah. Hal ini bukan karena tidak mendukung program pemerintah  tersebut, melainkan untuk mengantisipasi dampak yang lebih buruk di masa yang akan datang.
     Kebijakan yang di keluarkan pemerintah tersebut (BLT), merupakan suatu terobosan baru yang  di lakukan pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang ada pada masyarakat. Kebijakan BLT ditinjau dari pola perubahan sosial adalah perubahan yang datang dari negara (state). Perubahan tersebut langsung  dikelola oleh pemerintah, sehinngga peranan pemerintah sangat kuat untuk mengendalikan perubahan yang terjadi pada masyarakat yang menerimanya.

Bab III
Penutup

A.Simpulan

    Setiap manusia maupun masyarakat selama hidup tidak terlepas dari yang namanya perubahan. Perubahan tersebut meliputi perubahan yang bersifat positif ataupun bersifat negatif, perubahan-perubahan yang pengaruhnya luas ataupun yang pengaruhnya kecil / terbatas.serta perubahan yang berlangsung cepat dan perubahan yang berlangsung sangat lambat.
Adakalanya perubahan hanya terjadi sebagian, terbatas ruang lingkupnya, tanpa menimbulkan akibat besar terhadap unsur lain dari system.. Contohnya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pada kebijakan BLT, fenomena empirik yang memiliki sumbangan yang besar untuk mempengaruhi perubahan sosial pada masyarakat adalah unsur birokrasi dan modal. Pada unsur birokrasi perubahan sosial memiliki keterkaitan dan memiliki pengaruh yang berasal dari penguasa, dalam hal ini adalah pemerintah. Sedangkan modal memegang peranan yang sangat penting. Modal disini meliputi modal finansial dan sumber daya manusia
BLT memberikan  dampak positif dan negatif bagi masyarakat yang menerimanya. Dampak posiif dari kebijakan BLT antara lain : beban kebutuhan masyarakat sedikit berkurang, masyarakat akan senantiasa mendukung preogram pemerintah yang pro rakyat yang lain. Dampak negatif dari kebijakan BLT antara lain : membentuk karakter masyarakat yang salalu dimanja dan memiliki mental peminta-minta, adanya efek ketergantungan pada masyarakat terhadap pemberian dari pemerintah. Terkikisnya modal sosial bangsa seperti kegotongroyongan mengendur serta gaya hidup masyarakat yang konsumtif.

B. Saran

            Melihat fenomena adanya kebijakan yang di keluarkan pemerintah,semenjak harga BBM dinaikan yakni bantuan langsung tunai (BLT),memberikan titik perubahan paradigma tentang kebijakan-kebijakan pemerintah. Paradigma baru itu adalah adanya kebijakan pemerintah yang mendukung rakyat. Karena paradigma lama sebelumnya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dinilai menguntungkan satu golongan tertentu dan kurang memperhatikan masyarakat miskin.
    Walaupun kebijakan ini di khususkan untuk masyarkat miskin, namun dalam kenyataannya masih banyak masyarakat yang mampu (tidak miskin) menerima bantuan ini. Hal ini dikarenakan adanya mis komunikasi di antara birokrasi yang berwenang. Sehingga diperlukan adanya sistem birokrasi yang bersih dan profesional untuk menyelenggarakan program BLT.

Daftar pustaka

-    Salim Agus. 2002.Perubahan Sosial. Yogyakarta. PT.Tiara Wacana Yogya
-    Soekanto Soerjono.2002.Soisologi SuatuPengantar.Jakarta.Rajawali pers
-    Sztompka Piotr. 2007. Sosilogi Perubahan Sosial. Jakarta. Prenada
-    http// robbyalexandersirait.wordpress.com
           








Kamis, 08 Juli 2010

Etnometodologi

A.    PENGANTAR

Metodologi adalah persoalan penting dalam ilmu pengetahuan atau sains. Ilmu pengetahuan secara defenitif dimengerti sebagai pengetahuan yang sistematis. Dan untuk memperoleh pengetahuan yang sistematis ini, setiap ilmuwan membutuhkan metodologi. Metodologi merupakan cara-cara yang ditetapkan dengan logika tertentu untuk melihat realitas atau fenomena oleh para ilmuwan. 
 Dalam khasanah penelitian ilmu-ilmu sosial, kita menemukan berbagai ragam pendekatan. Pertama-tama hal disebabkan oleh objek penelitian ilmu sosial yaitu masyarakat adalah sebuah sebuah fakta yang sangat kompleks. Alasan lainnya adalah munculnya ketidakpuasan dari seseorang atau beberapa pakar yang merasa tidak puas dengan pendekatan tertentu. Ketidakpuasan ini lalu memicu mereka untuk menemukan model pendekatan baru yang dianggap paling baik.
Kita mengenal dua metodologi penelitian yang pokok dalam ilmu-ilmu sosial yaitu pendekatan kuantitaif dan kualitatif. Secara epistemologis, kuantitatif adalah turunan dari postivisme. Positivisme merupakan sebuah paham dalam ilmu pengetahuan dan filsafat yang berasumsi bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang didasarkan pada fakta-fakta positif yang diperoleh melalui proses penginderaan. Metode kuantitatif sangat menekankan pada objektivisme dan penggunaannya menggunakan alat bantu statistik. Penelitian kuantitatif yang paling termasyur dalam sosiologi berasal dari Emile Durkheim. Sementara metode kualitatif secara epistemologis adalah turunan dari rasionalisme. Metode kualitatif menekankan pada subjektivisme. Dalam sosiologi, Webberlah yang dianggap sebagai peletak dasar metode kualitatif ini.
Metode kualitatif ini memiliki beberapa varian berdasarkan landasan teoritiknya yaitu, fenomenologi, interaksionisme simbolik, etnometodologi dan etnografi. Keempat varian ini memiliki sebuah kesamaan dasar yaitu memberikan tekanan pada pengalaman individu atau subjek dalam menjalani dunia keseharian mereka. Paper ini secara khusus akan mendiskusikan etnometodogi dalam khasanah penelitian ilmu sosial yaitu penelitian kualitatif.

B.    ETNOMETODOLOGI

1. Sejarah Ringkas Munculnya Etnometodologi

     Etnometodologi sendiri adalah suatu studi tentang praktek sosail keseharian yang diterima secara taken for granted berdasarkan akal sehat (common sense). Etnometodologi mulai berkembang di tahun 1950 dengan tokoh penggagasnya adalah Harold Garfinkel. Garfinkel sendiri adalah dosen pada UCLA di West Coast. Akan tetapi baru dikenal oleh kalangan luas (oleh profesi-profesi lain) pada akhir 1960-an dan awal 1970-an ( Poloma : 1994 : 281). Garfinkel memunculkan etnometodologi sebagai bentuk ketidaksetujuannya terhadap pendekatan-pendekatan sosiologi konvensional yang dianggapnya mengekang kebebasan peneliti. Penelitian konvesional selalu dilengkapi asumsi, teori, proposisi dan kategori yang membuat peneliti tidak bebas di dalam memahami kenyataan sosial menurut situasi di mana kenyataan sosial tersebut berlangsung.
Garfinkel sendiri medefenisikan etnometodologi sebagai penyelidikan atas ungkapan-ungkapan indeksikal dan tindakan-tindakan praktis lainnya sebagai kesatuan penyelesaian yang sedang dilakukan dari praktek-praktek kehidupan sehari-hari yang terorganisir. Etnometodologi Grafinkel ditujukan untuk meneliti aturan interaksi sosial sehari-hari yang berdasarkan akal sehat. Apa yang dimaksudkan dengan dunia akal sehat adalah sesuatu yang biasanya diterima begitu saja, asumsi-asumsi yang berada di baliknya dan arti yang dimengerti bersama. Inti dari etnometologi Granfikel adalah mengungkapkan dunia akal sehat dari kehidupan sehari-hari (Furchan, 1992 : 39-41). 
 Dalam prakteknya, etnometodogi Grafinkel menekankan pada kekuatan pengamatan atau pendengaran dan eksperimen melalui simulasi. Pengamatan atau pendengaran digunakan Grafinkel ketika melakukan penelitian pada sebuah toko. Di sana Grafinkel mengamati setiap pembeli yang keluar dan masuk di toko tersebut serta mendengar apa yang dipercakapkan orang-orang tersebut. Seementata untuk eksperimen (simulasi), Grafinkel melakukan beberapa latihan pada beberapa orang. Latihan ini terdiri dari beberapa sifat, yaitu responsif, provokatif dan subersif. Pada latihan responsif yang ingin diungkap adalah bagaimana seseorang menanggapi apa yang pernah dialaminya. Pada latihan provokatif yang ingin diungkap adalah reaksi orang terhadap suatu situasi atau bahasa. Sementara latihan subersif menekankan pada perubahan status atau peran yang biasa dimainkan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Pada latihan subersif, seseorang diminta untuk bertindak secara berlainan dari apa yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Latihan pertama (responsif) adalah meminta orang-orang tersebut menuliskan apa yang pernah mereka dengar dari para familinya lalu membuat tanggapannya. Latihan kedua (provokatif) dilakukan dengan meminta orang-orang bercakap-cakap dengan lawannya dan memperhatikan setiap reaksi yang diberikan oleh lawan mereka tersebut. Sementara latihan ketiga (suberrsif) adalah menyuruh mahasiswanya untuk tinggal di rumah mereka masing-masing dengan berprilaku sebagai seorang indekos. Lewat latihan-latihan ini orang menjadi sadar akan kejadian sehari-hari yang tidak pernah disadarinya. Latihan ini adalah strategi dari Grafinkel untuk mengungkapkan dunia akan sehat, sebuah dunia yang dihidupi oleh masing-masing orang tanpa pernah mempertanyakan mengapa hal tersebut harus terjadi sedemikian.
Sesudah Grafinkel muncullah beberapa pakar yang mengembangkan studi etnometodologi di antaranya Jack Douglas, Egon Bittner, Aaron Cicourel, Roy Turner, Don Zimmerman dan D. Lawrence Wieder. Di antara para pakar ini Jack Douglaslah yang paling lengkap pembahasan etnometodologinya. Douglas menggunakan etnometodologi untuk menyelidiki proses yang digunakan para koroner (pegawai yang memeriksa sebab-musabab kematian seseorang untuk menentukan suatu kematian sebagai akibat bunuh diri. Douglas mencatat bahwa untuk menentukan hal itu , koroner harus menggunakan pengertian akal sehat yaitu apa yang diketahui oleh setiap orang tentang alasan orang bunuh diri sebagai dasar menetapkan adanya unsur kesengajaan ( Furchan, 1992 : 39). Di sini seorang koroner mengumpulkan bukti-bukti berupa peritiwa hidup (hari-hari terakhir) dari seseorang yang mati tersebut mengenai apakah ia mengalami peristiwa yang memungkinkan ia bunuh diri atau tidak. Jika ia tidak menemukan bukti-buktinya maka ia akan menyimpulkan bahwa kematian tersebut bukanlah suatu tindakan bunuh diri, pada hal mungkin saja ia telah melakukan bunuh diri. Atau sebaliknya, jika ia menemukan bukti maka ia akan menyimpulkan bahwa kematian tersebut adalah suatu tindakan bunuh diri pada hal belum tentu seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
Pendekatan ini sangat berbeda dengan apa yang pernah dilakukan oleh Durkheim tentang bunuh diri (suicide) yang dilakukannya dengan pendekatan statistikal. Di sini tampaklah bahwa etnometodologi adalah suatu studi atas realitas kehidupan manusia atau masyarakat yang secara radikal menolak pendekatan-pendekatan sosiologi konvensional sebagaimana yang telah disentil di bagian pengantar di atas.

2. Etnometodologi Dalam Terang Perspektif Sosiologi Lainnya.
Etnometodologi dapat didefenisikan sebagai suatu cabang dari studi sosiologi itu sendiri. Seperti yang telah dikemukakan di atas, etnometodologi sebagai sebuah cabang studi sosiologi berurusan dengan pengungkapan realitas dunia kehidupan (lebenswelt) dari individu atau masyarakat. Sekalipun etnometodologi oleh beberapa pakar dipandang sebagai sebuah studi pembaharuan dalam sosiologi, etnometodologi memiliki kesamaan dengan beberapa pendekatan sosiologi sebelumnya yaitu fenomenologi, interaksionis simbolik dan Talcott Parsons (Poloma, 1994 : 283 & Coulon, 2003 : 1). Grafinkel di saat awal memunculkan atau mengembangkan studi ini sedang mendalami fenomenologi Alfred Schutz pada New School For Social Research.
Terdapat dugaan kuat bahwa fenomenologi Schutz sangat mempengaruhi etnometodologi Grafinkel. Ini terbukti dari asumsi sekaligus pendirian dari etnometodologi itu sendiri. Bagi Schutz, dunia sehari-hari merupakan dunia inter subjektif yang dimiliki bersama orang lain dengan siapa kita berinteraksi. Dunia inter subjektif itu sendiri terdiri dari realitas-realitas yang sangat berganda di mana realitas sehari-hari tampil sebagai realitas yang utama. Schutz memberikan perhatian pada dunia sehari-hari yang merupakan common sense. Realitas seperti inilah yang kita terima secara taken for granted di mana kita mengesampingkan keragu-raguan, kecuali realitas yang dipermasalahkan. Yang dimaksudkan dengan realitas sosial oleh Schutz adalah, “keseluruhan objek dan kejadian-kejadian di dunia kultural dan sosial, yang dihidupan oleh pikiran umum manusia yang hidup bersama dengan sejumlah hubungan interaksi. Itu adalah dunia objek kultural dan institusi sosial di mana kita semua lahir, saling mengenal, berhubungan (...) Sejak permulaan, kita, para aktor di atas panggung sosial, menjalani dunia sebagai suatu dunia budaya sekaligus dunia alam, bukan sebagai suatu dunia pribadi, tetapi dunia antar subjektif, artinya sebagai suatu dunia yang umum untuk kita semua yang dibentangkan di hadapan kita atau yang secara potensial dapat dinikmati oleh siapa saja dari kita; dan ini berimplikasi pada komunikasi dan bahasa.” (Sebagaimana yang dikutip Coulon, 2003 : 4).
Pembahasan realitas common sense Schutz ini memberi Garfinkel suatu perspektif melaksanakan studi etnometodologi sekaligus sebagai dasar teoritis bagi riset-riset etnometodologi lainnya (Poloma, 1994 : 284). Pandangan Schutz tentang dunia sehari-sehari sebagai dunia intersunjektif yang dimiliki bersama melalui proses interaksi ini senada dengan interaksionisme-simbolik yang diperkenalkan Herbert Mead. Interaksionisme-simbolik berasumsi bahwa proses interaksi antar manusia dalam masyarakat dilangsungkan dengan simbol-simbol atau tanda. Simbol atau tanda yang hadir dalam interaksi tersebut lalu dimaknai bersama oleh mereka yang terlibat dalam interaksi tersebut. Pemaknaan ini diperoleh dengan proses tafsir berdasarkan situasi atau konteks sosial di mana interaksi itu terjadi. Asumsi itu setara dengan pendirian pokok dari etnometodologi yang hendak mengungkapkan dunia sosial berdasarkan makna akal sehat yang diterima oleh setiap individu dari situasi sosial di mana mereka hidup.
Sementara pengaruh Parsons dalam etnometodologi adalah teori aksi/tindakan yang diperkenalkan oleh Parsons. Dalam teori tindakannya, Parson berpendapat bahwa motivasi yang mendorong suatu tindakan individu selalu berdasarkan pada aturan atau norma yang ada dalam masyarakat di mana seorang individu hidup. Motivasi aktor tersebut menyatu dengan model-model normatif yang ditetapkan dalam sebuah masyarakat yang ditujukan untuk mempertahankan stabilitas sosial itu sendiri. Asumsi Parson ini senada dengan dengan pendirian etnometodologi, terutana dari Garfinkel dan Douglas yang mengatakan bahwa seseorang di dalam menetapkan sesuatu apakah tindakan/perilaku, bahasa, respon atau reaksi selalu didasarkan pada apa yang sudah diterima sebagai suatu kebenaran bersama dalam masyarakat (common sense)
Etnometodologi dalam keseluruhan studi sosiologi sendiri sekalipun diangap sebagai bentuk kritik terhadap pendekatan-pendekatan sosiologi konvesional tetap saja tidak melepaskan diri dari pendekatan-pendekatan sosiologi terdahulu. Keungglan etnometodologi sendiri adalah bahwa pendekatan studi ini secara radikal membiarkan setiap situasi berbicara tentang dirinya tanpa melakukan intervensi perspektif (ilmiah) seorang peneliti ke dalamnya. Etnometodologi sendiri skeptis terhadap setiap defenisi mengenai dunia sosial yang dibuat oleh sosiologi. Etnometodologi membebaskan setiap situasi untuk mendefenisikan dirinya sendiri. Seorang etnomotolog di dalam menghadapi realitas hanya bisa melihat dan mendengar lalu melukiskan apa yang sedang terjadi di sana. 

3. Etnometodologi dalam Metode Penelitian Kualitatif
Metodologi (penelitian) secara luas didefenisikan sebagai proses, prinsip serta prosedur yang digunakan oleh seorang peneliti untuk mendekati masalah atau mencari jawab atas masalah tersebut. Terdapat dua perpektif pokok dalam ilmu sosial yaitu positivisme dan fenomenologi. Postivisme, terutama dari Auguste Comte dan Emile Durkheim adalah paham yang ingin mencari fakta atau sebab-musabab sebuah gejala sosial dengan tidak mempertimbangkan keadaan subjektif individu. Fakta sosial atau gejala sosial sebagaimana didefenisikan oleh Durkheim adalah sesuatu yang bersifat eksternal, di luar diri individu dan sekaligus mengatasi individu itu sendiri. Apa yang di sebut kebenaran oleh para penganut positivisme adalah fakta sosial itu sendiri dan bukannya apa yang dialami atau dirasakan oleh individu.
Sementara fenomenologi menekankan studi mereka pada individu itu sendiri. Fenomenologi berusaha memahami perilaku manusia dari kerangka berpikir pelaku itu sendiri. Jack Douglas, seorang etnometodolog menuliskan bahwa :
“kekuatan yang menggerakan manusia sebagai manusia bukan sebagai badan yang wagag... adalah sesuatu yang berarti. Kekuatan-kekuatan itulah yang disebut gagasan, perasaan dan motif yang internal.” (sebagaimana yang dikutip Furchan, 1992 :18).
Perbedaan paradigma ini kemudian serta-merta mempengaruh metodologi yang dipakai oleh masing-masing aliran terebut. Kaum positivis di dalam studi atau penelitiannya dilalui dengan metode kuesioner, survei, inventori yang menghasilkan data kuantitatif. Sebaliknya kaum fenomenologis mencari pemahaman lewat metode kualitatif lewat metode participant observation, open-ended interviewing dan dokumen pribadi. Terdapat anggapan bahwa penelitian yang dilakukan terhadap keluarga dan komunitas di Eropa oleh Frederick LePlay pada abad XIX adalah asal mula penelitian kualitatif. Akan tetapi penggunaan metode kualitatif sendiri menjadi populer di dunia sosiologi Amerika yang dipelopori oleh Sekolah Chicago.
Metode kualitatif seperti yang didefenisikan oleh Bogdan dan Tylor adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskritif : ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri. Pendekatan ini langsung menunjukkan setting dan individu-individu dalam setting itu secara keseluruhan, individu dalam batasan yang sangat holistik (Furchon, 1992 : 19-20 & Maleong, 2004 : 4). Sementara Jane Richie mendefenisikan penelitian kualitatif sebagai upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektif-perspektif di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti (Maleong, 2004 : 6). Dan Maleong sendiri membatasi penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holstik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Maleong, 2004 : 6)
Defenisi Maleong ini tegas menghantar kita untuk melihat hubungan antara penelitian kualitatif fan etnometodogi. Etnometodologi sebagai studi tentang praktek sosial keseharian yang diterima secara taken for granted, sebagai pengungkapan terhadap dunia akal sehat, dunia yang digeluti individu dalam kesehariannya jelas memiliki hubungan yang erat sekali dengan metode penelitian kualitatif itu sendiri. Dalam kerangka penelitian Kualitatif, etnometodologi diposisikan sebagai sebuah landasan teoritis dalam metode tersebut ( Maleong, 2004, 14, 24). Etnometodologi sebagai sebuah studi pada dunia subjektif, tentang kesadaran, persepsi dan tindakan individu dalam interaksinya dengan dunia sosial yang ditempatinya sesuai dengan pokok penelitian kualitatif yang juga menekankan pada dunia subjektif dengan setting sosial yang dilibatinya.

 Daftar Pustaka
Coulon, Alain. 2003Etnometodologi. KKSK & Yayasan Lengge Mataram : Jakarta

Furchan, Arief. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Penerbit Usaha Nasional: Surabaya

Maleong, Lexy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif : PT Remaja Rosdakarya, Bandung

Poloma. Margaret M, 1994. Sosiologi Kontemporer. Rajawali Pers: Jakarta,

Kamis, 20 Mei 2010

Kontak

Bagi teman-teman semua, yang ingin sharing, berbagi pengalam, atau apa. Bisa share lewat fb: facebook.com/sukono.ajah, twitter: sukonoAsli. Untuk no Hp, sementara ini belum bisa saya publikasikan.,

Minggu, 16 Mei 2010

Alamatku

Saya tinggal di sebuah desa yang masih asri dan sejuk, tanpa polusi. Desa Kluwih, Kecamatan Bandar Kabupaten Batang. Batang sendiri merupakan sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Batang memilki semboyan “BERKEMBANG”, kepanjangan dari; Bersih, Kencar-kencar,Eyub, Menuju Bebrayan, Aman dan Tenang.

Sedikit Tentang Saya


My Self

Sukono merupakan seorang hamba Allah SWT, yang berusaha menjalani kehidupan ini dengan sesuatu yang bermanfaat,insyAllah. Saya senantiasa menjalani kehidupan dengan penuh kesemangatan,kesabaran dan  keikhlasan. Bagiku, hidup merupakan sebuah pilihan, pilihan untuk menjadi baik dan benar di hadapan manusia, terlebih dihadapan Allah SWT.
Saya lahir di Batang, sebuah kabupaten yang terletak di pesisir pulau Jawa Bagian Tengah, pada tanggal 16 di bulan Mei. Saya satu-satunya anak ke-2 dari 5 bersaudara, yang kebetulan saya dan saudara-saudara saya laki-laki semua (Pandawa).  Walaupun saya tinggal di desa, namun tidak membuat saya berhenti berjuang untuk meraih masa depan yang lebih baik. SD hingga SMP saya tamatkan di kampong sendiri, yaitu SD Negeri Kluwih 02 dan SMP Negeri 2 Bandar. Sedangkan masa SMA saya tuntaskan di kota  kelahiran yakni SMA Negeri 1 Batang. Sebuah sekolah yang memberiku banyak ilmu dan banyak teman. Tidak hanya memberiku banyak ilmu dan banyak teman, melainkan masih banyak hal yang bisa saya dapatkan. Sebuah sekolah yang membuatku mengerti akan arti perjuangan hidup, kesemangatan, kekeluargaan, kebersamaan, dan semua kedukaan dan kebahagiaan yang aku nikmati, sebagai alur menuju kedewasaan dalam hidup. Saat ini saya masih belajar sebuah ilmu tentang sosiologi di salah satu PT Negeri di Jawa Tengah. Yaitu Universitas Negeri Semarang.  

Rabu, 17 Maret 2010

Nikah Siri

Bab 1
Pendahuluan


1.1    Latar Belakang

    Sungguh marak pemberitaan di media massa akhir-akhir ini yang membicarakan tentang adanya pemalsuan surat nikah. Apalagi jika kita telisik lebih jauh kedalam, ternyata mereka sudah lama hidup bersama dan mempunyai beberapa anak. Padahal dari pengakuan mereka , mereka sudah menikah,bahkan sudah memenuhi prosedur keagamaan, tetapi ketika dimintai surat/akta nikah,mereka tidak dapat menunjukkan hal tersebut. Inilah yang dinamakan dengan nikah sirri.

    Fenomena nikah sirri memberikan kesan yang menarik. Pertama , nikah sirri seperimya memang benar – benar telah menjadi telah menjadi tren yang tidak saja dipraktekan oleh masyarakat umum , namun juga dipraktekan oleh figur masyarakat yang selama ini sering disebut dengan istilah kyai , dai , ustad , ulama , atau istilah lainnya yang menandai kemapaman seseorang mendalami agama. Kedua , nikah sirri sering ditempatkan menjadi sebuah pilihan ketika seseorang hendak berpoligami dengan alasannya tersendiri. Membicarakan masalah nikah sirri akan jadi menarik jika ditilik dari perspektif hukum , baik hukum islam maupun hukum positif yang berlaku di negara kita.

    Sudah kita ketahui bersama bahwa negara kita adalah negara hukum, setiap tindakan atau kegiatan yang mempunyai syarat administratif dan mempunyai dasar hukum, harus dilaksanakan sesuai dengan undang-undang atau hukum yang berlaku. Jika hal ini dilanggar,maka harus dikenai sanksi. Begitu pun tentang pernikahan, jika tidak memenuhi syarat administratif ,walaupun sudah sesuai prosedur keagamaan maka pernikahan itu dianggap tidak legal, karena tidak ada bukti otentik tentang pernikahannya.

    Sekarang ini sering muncul fenomena baru nikah sirri yang dilakukan, dengan alasan tertentu, tanpa wali perempuan, bahkan terkadang juga tanpa saksi dan tanpa sepengetahuan Orang tua pihak perempuan. Pernikahan seperti ini tidak sah secara hukum apa lagi secara agama. Karena syarat pernikahan dalam agama islam paling tidak harus ada calon pengantin pria maupun calon pengantin perempuan, wali,saksi minimal 2 orang, ijab qabul, dan mahar/mas kawin.

    Fenomena nikah sirri sebenarnya sudah lama berlangsung didalam masyarakat indonesia, hanya saja masih dipandang sebelah mata oleh kebanyakan masyarakat.
        
1.2    Perumusan masalah

    Berdasakan pemaparan latar belakang diatas, maka permasalan dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut ;
1.    Bagaimana hukum nikah sirri baik ditinjau dari hukum islam dan hukum pemerintah indonesia?
2.    Apa perbedaan nikah sirri dengan nikah syar’i?

Bab 2
Pembahasaan


A.    Hukum nikah sirri ditinjau dari agama islam dan hukum pemerintah indonesia

    Sudah kita ketahui bersama bahwa syarat-syarat nikah dalam agama islam yang harus dipenuhi adalah adanya calon mempelai baik dari laki-laki maupun perempuan.wali, minimal 2 orang saksi ,mahar, dan ijab qabul. Jika semua syarat-syarat tadi sudah terpenuhi, maka dalam agama islam sudah sah. Karena dalam agama islam, sah tidaknya pernikahan, tergantung kepada sejauh mana syarat-syarat tersebut terpenuhi.

    Nikah sirri adalah pernikahan yang hanya memenuhi prosedur keagamaan. Nikah sirri artinya nikah secara rahasia tanpa melaporkannya ke KUA atau pun ke Kantor Catatan Sipil. Biasanya nikah sirri dilakukan karena kedua belah pihak belum siap meresmikan atau meramaikannya, namun di pihak lain untuk menjaga agar tidak terjadi kecelakaan atau terjerumus  kepada hal-hal yang dilanggar agama. Sehingga dalam hal ini agama islam membolehkan adanya nikah sirri. Selama didalamnya tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Namun terlepas dari itu semua , negara kita adalah negara hukum , dimana setiap tata kelakuan warga negara harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Tak terkecuali dengan pernikahan.

Bila dilihat secara hukum positif atau hukum pemerintah,nikah sirri tidak legal karena tidak tercatat dalam catatan resmi pemerintah. Ini karena siapapun warga negara kita yang menikah harus mendaftarkan pernikahannya itu ke KUA atau ke Kantor Catatan Sipil untuk mendapatkan surat / akta nikah.

Mengenai hukum nikah sirri perlu peran serta dari ulama dan umara atau MUI untuk bisa memberi ketegasan bagaimana hukum dari nikah sirri. Dalam agama islam , selain Al-quran yang dijadikan sebagai pedoman hidup juga ada As-sunah / Hadits , dan Ijtihad sebagai dasar hukumnya. Hadits sebagai penjelasannya , dan Ijtihad sebagai fatwa jika dalam Al-quran dan Hadits tidak terdapat hukumnya. Untuk masalah nikah , Al-quran sudah mengatur , bahwa ada syarat dan rukun yang harus dipenuhi , tapi juga harus melihat dalam hadits , apakah ada penjelasan tambahan. Kalau ada , Haditsnya shohih (terpecaya) , dan Allah SWT tidak membantahnya dengan firman (Al-quran) , maka hal itu hendaknya dijalankan. Karena sah sesuai agama belum tentu sah dalam negara.

B.    Perbedaan nikah sirri dengan nikah syar’i

    Antara nikah sirri dan nikah syar’i sebenarnya tidak ada perbedaan yang menonojol,jika hal itu dilihat dari kacamata agama islam. Karena keduanya sudah dianggap sah bila sudah memenuhi rukun /  syarat-syarat nikah. Namun bila dilihat dari kacamata hukum positif /hukum pemerintah maka akan terlihat jelas perbedaan-perbedaannya. Disini perbedaan yang mencolok adalah adanya bukti otentik. Bila seseorang telah menikah , maka akan memiliki surat sah sebagai seorang warga negara yang mempunyai kedudukan yang kuat dalam hukum. Berbeda dengan nikah sirri , karena nikah sirri adalah nikah yang dilaksanakan secara rahasia , dan pihak pemerintah (KUA) tidak mempunyai catatan atau arsip tentang pernikahan seseorang tersebut , dengan kata lain , pernikahan sirri tidak terdaftar dalam catatan sipil.

    Walaupun diperbolehkan oleh agama islam, namun banyak kekurangan dan kelemahan dari nikah sirri. Antara lain bagi pihak wanita akan sulit bila suatu saat mempunyai persoalan dengan sang suami sehingga harus berpisah misalnya ,sedangkan sang istri tidak mempunyai kekuatan secara hukum. Sehingga dalam hal ini pihak wanita yang sering dirugikan. Begitu pula ketika sang istri hamil / punya anak , dan sang suami meninggal , maka ststus anak tersebut tidak jelas siapa bapaknya , karena tidak ada bukti tentang pernikahannya dengan almarhum. Disamping itu , hal ini juga merupakan sebuah suatu tindakan diskriminasi gender. Memperjuangkan gender merupakan tugas berat, karena masalah gender adalah masalah intens ,dimana kita masing-masing terlibat secara emosional. Banyak terjadi perlawananmanakala perjuangan ketidakadilan gender diaktifkan, karena menggugat privilege yang kita dapatkan dari adanya ketidakadilan gender.

Hal ini berbeda dengan nikah secara syar’i , selain melakukan sunah nabi SAW, nikah syar’i adalah nikah secara legal baik dari segi hukum positif / pemerintah maupun hukum dalam agama islam.  Dengan ini pula kesetaraan gender akan teramgkat dalam pandangan masyarakat. Nikah syar’i adalah suatu perbuatan mulia , suci , maka tidak perlu di rahasiakan. Tapi dalam hal ini perlu ada solusi alternatif yang sekiranya dapat ditempuh oleh pihak – pihakyang sudah terlanjur melangsungkan pernikahan secara sirri. Solusi yang dimaksud adalah tentang pentingnya pencatatan dan bagaimana prosedur yang dapat ditempuh agar pasangan suami – istri tidak menemui kesulitan hukum di kemudian hari. Itulah beberapa kelemahan atau kekurangan dari nikah sirri di banding dengan nikah syar’i.

Bab 3
Penutup


A.Kesimpulan
-    Pernikahan sirri adalah pernikahan yang hanya memenuhi prosedur keagamaan. Nikah sirri artinya nikah secara rahasia tanpa melaporkanya ke KUA atau ke Kantor Catatan Sipil.
-    Nikah sirri dilakukan karena kedua belah pihak belum siap meramaikan atau meresmikannya. Dan biasnya juga untuk menjaga agar tidak terjadi kecelakaan / terjerumus ke hal-hal yang dilarang agama.
-    Sah tidaknya nikah sirri secara agama tergantung kepada sejauh mana syarat-syarat nikah terpenuhi.
-    Dalam pernikahan sirri suami-istri tidak mempunyai bukti otentik mengenai pernikahannya.
-    Dalam pernikahan sirri pihak yang sering dirugikan adalah si wanita
-    Perlu peran serta dari ulama dan umara atau MUI untuk memberikan ketegasan tentang hukumnya nikah siri.

B.    Saran
-    Indonesia merupakan negara hukum, alangkah baiknya jika setiap warga negara bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
-    Bila kita melakukan suatu kegiatan / perbuatan yang fitrah , yang tidak melanggar norma-norma,adat, budaya , mengapa harus dirahasiakan.
-    Sebaiknya pemerintah tegas , bagaimana hukum pernikahan sirri , baik secara agama maupun secara hukum positif / hukum pemerintah.
-    Para perempuan hendaknya hati-hati dengan mulut laki-laki yang mengajak untuk nikah sirri dengan mengatasnamakan cinta. Jangan tergoda dengan harta laki-laki tersebut.

Daftar pustaka
-    Fakih Mansour.1999.Analisis Gender & Transformasi Sosial.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
-    www.Google.com.

Translate

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons